Di era modern seperti sekarang ini, dimana kita hidup dalam lingkungan yang penuh polusi, teknologi, dan rekayasa pangan, serta perlombaan mengejar karir, kesuburan menjadi masalah bagi pasangan yang ingin memiliki keturunan. Salah satu solusi yang kini marak terhadap masalah tersebut adalah surrogate mother. Praktik ini marak di negara-negara barat seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Brazil juga dibeberapa tempat lain seperti India dan Australia.
Mengenal surrogate mother
Mungkin ada yang pernah mendengar istilah ini atau mungkin juga ada yang belum. Ya, surrogate mother adalah ibu pengganti yang merujuk pada aktifitas penyewaan rahim komersial. Maksudnya adalah seorang wanita menyewakan rahimnya kepada pasangan yang belum memiliki keturunan dan dia akan menerima kompensasi atau bayaran atas jasanya itu. Istilah penyewaan rahim itu sendiri disebut dengan surrogacy atau lebih spesifiknya disebut gestational surrogacy.
Sebab orang melakukan praktik surrogacy
Banyak hal yang melatarbelakangi orang melakukan praktik surrogacy atau sewa rahim ini. Diantaranya adalah, pasangan suami istri yang
belum mempunyai keturunan karena infertil (tidak subur).
Kemudian karena rahim sang istri lemah, hal ini tidak baik untuk tumbuh
kembang jabang bayi dan bisa menjadi pemicu keguguran hingga kelahiran yang
prematur.
Bisa juga karena kanker. Seperti yang terjadi pada tahun
2012 di Amerika, ada seorang pasangan yang istrinya terkena kanker, kemudian menjadikan
ibu kandung sang istri sebagai ibu pengganti untuk mengandung anak dari pasangan tersebut.
Terakhir karena memang tidak bisa memiliki anak. Ini biasanya dilakukan
oleh pasangan homogen seperti gay dan lesbian.
Beberapa selebritis melakukan surrogacy
Beberapa selebritis yang diketahui melakukan praktik surrogacy adalah seperti aktor Robert de Niro, Robbie Williams, actress Nicole Kidman, penyanyi Ricky Martin, sampai atlit pemain sepak bola Cristiano Ronaldo. Ini menandakan bahwa praktik semacam ini memang marak di dunia barat sana. Bahkan tercatat dalam sejarah bahwa praktik gestational surrogacy ini pertama kali terjadi pada tahun 1985-1986.
Bagaimana legalitasanya dalam hukum positif di Indonesia
Dilansir dari hukumonline.com bahwa surrogate mother tergolong
metode atau upaya kehamilan di luar cara yang alamiah. Dalam hukum Indonesia,
praktik ibu pengganti secara implisit tidak diperbolehkan.
Metode atau upaya kehamilan di luar cara alamiah selain yang
diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
termasuk ibu pengganti atau sewa menyewa/penitipan rahim, secara hukum tidak
dapat dilakukan di Indonesia.
Yang diperbolehkan oleh hukum Indonesia adalah metode
pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang sah yang ditanamkan dalam rahim
istri dari mana ovum berasal. Metode ini dikenal dengan metode bayi tabung.
Hukum surrogate mother dalam pandangan Islam
Seperti yang dilansir dari republika.co.id bahwa pelaksanaan
praktek sewa rahim dari ibu pengganti ini menuai pro dan kontra. Prof Hindun
al-Khuli menjelaskan problematika ini dalam bukunya berjudul Ta'jir al-Arham fi
Fiqh al-Islami. Ia memaparkan beberapa bentuk kasus sewa rahim berikut hukum
penggunaannya dalam perspektif hukum Islam. Perbedaan pandangan muncul lantaran
praktik modern di bidang kedokteran ini belum pernah mengemuka pada era awal
Islam.
Ia mengatakan, para ulama sepakat, tiga bentuk praktik ibu
pengganti berikut ini diharamkan. Pertama, fertilasi (pemupukan) tersebut
menggunakan sel telur dan sperma orang asing (bukan suami istri). Sel telur dan
sperma tersebut diperoleh dari pendonor tersebut dengan kompensasi materi
tertentu. Hasilnya, kemudian diletakkan di rahim perempuan yang telah
ditunjukkan untuk kepentingan orang ketiga.
Contoh kasus kedua yang diharamkan ialah sperma diambil dari
suami dari pasangan yang sah, sedangkan sel telur dan rahim adalah milik
perempuan yang bukan istrinya. Bayi yang lahir dari rahim yang bersangkutan,
akan diserahkan kepada pasangan suami istri yang sah tersebut.
Sedangkan, praktik sewa rahim ketiga yang tidak diperbolehkan
dalam agama ialah bila sel telur berasal dari istri yang sah, tetapi sperma
yang digunakan untuk pembuahan bukan kepunyaan suaminya, melainkan hasil donor
dari laki-laki lain. Rahim yang digunakan pun bukan rahim sang istri, melainkan
perempuan lain. Setelah lahir, bayi lalu diserahkan kepada pemilik sel telur,
dalam hal ini ialah sang istri dan suaminya, yang belum memiliki keturunan
tersebut.
Prof Hindun memaparkan, ada dua bentuk praktik yang hukumnya
tidak disepakati oleh para ulama masa kini. Kasus yang pertama, yaitu, baik sel
telur maupun sperma diambil dari pasangan suami istri yang sah. Setelah proses
fertilasi di luar, hasil pembuahan tersebut dimasukkan ke rahim perempuan lain
yang tidak memiliki hubungan apa pun.
Kasus yang kedua, yaitu sel telur dan sperma diambil dari
pasangan suami istri yang sah, lalu diletakkan ke dalam rahim istri keduanya,
misalnya, atau istri sahnya yang lain. Kedua bentuk persewaan rahim ini
diperdebatkan oleh para ulama.
Kubu yang pertama berpendapat, kedua praktik ini haram
ditempuh. Opsi ini merupakan keputusan Komite Fikih Organisasi Kerja Sama Islam
(OKI), baik yang digelar di Makkah pada 1985 maupun di Amman pada 1986, Dewan
Kajian Islam Kairo pada 2001.
Pendapat ini juga diamini oleh mayoritas ahli fikih. Sebut
saja, Prof Jadul Haq Ali Jadul Haq mantan Mufti dan Syekh al-Azhar, Mufti Mesir
Syekh Ali Jumah, mantan Syekh al-Azhar Syekh Thanthawi, Syekh Musthafa
az-Zurqa, dan Ketua Asosiasi Ulama Muslim se-Dunia Syekh Yusuf
al-Qaradhawi. Kelompok yang kedua
berpandangan, kedua praktik sewa rahim yang diperdebatkan itu boleh dilakukan
dengan sejumlah syarat ketat. Pendapat ini disampaikan oleh Prof Abdul Mu'thi
al-Bayyumi.
Menurut anggota Dewan Kajian Islam al-Azhar dan mantan dekan fakultas ushuluddin di universitas Islam tertua di dunia tersebut, syarat-syarat yang dimaksud, yaitu rekomendasi yang kuat dari dokter dan pemeriksaan serta perawatan berkala yang ketat, usia 'ibu sewaan' harus cukup dan laik untuk hamil, dan perlunya kestabilan emosi pemilik rahim sewaan. Selain itu, pernyataan dari 'ibu sewaan' bahwa anak yang kelak ia lahirkan adalah milik si A dan si B selaku penyewa rahim.
Kesimpulan
Surrogate Mother menjadi alternatif jalan yang diambil oleh sebagian orang dengan beragam alasan. Akan tetapi ini bukanlah jalan alternatif yang dianjurkan, ini tidak membuat seorang istri merasakan kehamilan, ngidam, hingga melahirkan. Ketidak-jelasan pun akan semakin nampak apabila sperma dan ovum bercampur bukan dengan pasangan yang dinikahi secara halal, dan ini sangat mengacaukan.
Masih banyak cara lain untuk mendapatkan keturunan, cara alternatif yang tentu sejalan dengan tuntunan Islam. Ini adalah ujian untuk seorang hamba agar ia lebih bersabar dan mengencangkan doanya, sebab Allah sangat senang dengan hamba-Nya yang selalu berdoa kepada-Nya. [taufik]
#Day8ChallangeReliKabTang
0 komentar:
Posting Komentar